Sabtu, 28 Maret 2015

Surat Hati

Sebuah surat ditulis oleh seorang gadis. Dia tahu bahwa dia jatuh cinta, tapi tidak ada yang bisa dilakukannya selain menulis isi hati. Pun itu tidak dia sampaikan pada si lelaki. Dia lakukan semua itu, hanya karena merasa sesak sendiri. Maka hanya Sang Pemilik Hati menjadi tempatnya melarikan diri melalui tulisan ini. Di sudut malam, si gadis merenung... Betapa besar hikmah perasaan ini untuknya belajar, bahwa mencintai itu harus ikhlas, tanpa memaksa dan sabar. Jika ini yang terbaik, maka cinta akan terungkap. Jika tidak direstui, maka dia tahu bahwa dia harus berhenti berharap...
Dan hanya pada Sang Maha Segala, dia serahkan semuanya.

"Assalamu’alaikum,

Aku selalu percaya, dan kamu juga tahu, urusan hati itu mudah bagi Allah. Sebentar berduka, lalu bahagia. Atau, sejenak berbunga, kemudian merana. Semudah itu, hati manusia dibolak-balik oleh kuasa-Nya. Karena Dia yang menciptakan semuanya, termasuk satu hal itu, maka hak dan wewenang Dia untuk mengendalikan dan mengatur hati ini.


Seperti saat jatuh hati, bukan hak kita memilih jatuh hati pada siapa. Bukan wewenang kita untuk menentukan menaruh hati pada siapa. Semua terjadi atas kehendak Dia, sudah dicatat demikian adanya, jadi kadang aku rasa, tak perlulah ditanya kenapa dan bagaimana bisa. Namun, saat hati tidak menemukan jawaban seperti yang diharapkan, jangan katakan juga bahwa Allah salah menaruhkan hati kita. Tidak, Allah tidak mungkin salah dan melakukan kesalahan. Atau apakah memang kita yang salah dalam menjalani kehendak-Nya? Mungkin Dia ingin kita supaya belajar menata hati kita saat Dia telah meletakkannya pada seseorang, sekaligus meletakkan harapan-harapan kita pada orang itu.


Seperti jika aku jatuh hati pada seseorang, siapa pun dia, maka beberapa alasan yang muncul hanya sebagai pengias sebab perasaan itu ada. Karena pada dasarnya, perasaan itu ada juga karena kehendak Dia. Maka biar sekarang akan kuceritakan tentangmu, seseeorang yang kemudian menjadi tempat hatiku tercuri. Kamu, tiba-tiba hadir dalam hidupku. Lalu aku rasakan bahwa memang keajaiban apapun yang Allah lakukan, tak akan ada yang bisa menahan. Dan aku sadar benar ada getar yang berbeda saat aku bertemu denganmu. Sekian waktu aku dirundung kegelisahan tak pasti akan perasaan yang tiba-tiba memenuhi hati, menjelma serupa ingatan yang tak ingin lekang dari sosokmu. Ingatan akan suaramu, wajahmu, kelucuanmu, semuanya tentangmu.


Sampai aku berpikir bahwa ini semua mungkin hanya khayalan, perasaan semu, dan  sekadar impian. Aku makin mencoba kuat untuk mengendalikan hati, kapanpun aku bertemu denganmu. Saat kita berbincang kau tak pernah tahu, bagaimana hatiku melonjak dan jantungku seolah melompat-lompat. Saat aku melihat gerakmu, sinar matamu, wajahmu, cara bicaramu, aku temukan sosok yang memiliki banyak hal yang aku ingini dari seorang pria. Memang kamu tidak sepenuhnya sempurna, tapi sejauh ini kamu membuatku terpana dengan apa yang kamu punya. Ada pertimbangan yang mengusikku, tapi sedahsyat itu pula kamu mengusik kalbuku.


Rasa ini bahkan dimulai sebelum aku mengenalmu, sebelum ada percakapan ataupun bertatap muka ketika berjumpa. Rasa ini muncul saat aku mendengar cerita tentangmu. Sebelum aku melihat semua yang ada padamu, bergilir cerita bagaimana keseharianmu, seperti apa perangaimu, dan apa saja yang telah kamu lakukan membuat aku terpikat untuk lebih mengenalmu. Kadang, aku ingin tunjukkan bagaimana perasaanku padamu, tapi aku malu dan takut terlalu terburu-buru. Maka setiap perjumpaan hanya salam, anggukan atau senyum keramahan. Tak ada obrolan bermakna, bahkan sapaan nama. Ah, lagipula, aku tak pernah benar-benar tahu apa arti diriku bagimu.

Selain itu, aku mendengar bahwa kamu sendiri yang mengatakan bahwa kamu ingin fokus pada dirimu, berkarier, memperbaiki dan mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk masa depanmu. Ah! Aku semakin kagum padamu!


Sejujurnya, aku takut semua perasaan ini hanya berujung khayalan semata. Aku sedang diganggu perasaan, atau bahkan setan yang jalang. Atau... Mungkin Allah sedang menguji hatiku. Mungkin Allah sedang ingin aku belajar. Atau... mungkin memang aku yang tak bisa menata hati saat Allah menghadirkan kamu padaku.


Dan jika nanti hari berganti, jika nanti waktu berlari, itu hak Allah lagi untuk menentukan oleh siapa hatiku tercuri. Itu hak Allah juga untuk membuatku berhenti dari perasaan ini, atau berlanjut di luar kendali. Tapi sekarang, atas kehendak-Nya, hatiku ada padamu. Aku tak tahu apakah ini memang perasaan gadis yang menjelang dewasa, atau aku yang sedang dibutakan oleh api asmara remaja. Aku juga tak mengerti apakah ini akan bertahan layaknya kisah cinta abadi, atau hanya dongeng semalam sebagai pengantar mimpi.


Mungkin aku berharap terlalu jauh, berkhayal terlalu tinggi. Aku tidak tahu. Yang aku yakini, sekali lagi, ini semua terjadi atas kehendak-Nya. Terjadi begitu saja, mengalir di luar kendali kekuatan manusia, apalagi kendaliku sebagai seorang makhluk hawa. Sungguh, mungkin seperti ini Allah membolak-balik hati hamba-Nya.


Duhai laki-laki idaman, saat ini hingga entah kapan, aku ingin kamu menjadi imamku. Aku membayangkanmu menjadi abi, ayah, bapak, atau apapun sebutan itu, bagi anak-anakku. Aku ingin menjadi wanita yang pertama kamu lihat saat membuka mata di waktu pagi dan yang terakhir kali kamu tatap sebelum terpejam, setiap malam. Tapi, yang bisa kulakukan kini hanyalah mengharapmu dalam diam...

Duhai laki-laki penerbang hati, aku menghormatimu dan aku pun ingin menjaga diri. Maka akan kucoba untuk menata hati. Jika kita memang berjodoh, maka aku tidak akan ke mana dan kamu bisa datang kapan saja, saat kita benar-benar siap untuk bersama. Jika tidak, maka aku yakinkan bahwa dengan seizin-Nya, Allah akan memberi jalan terbaik untuk kita. Bagaimana pun jalan itu, aku percaya kita akan bahagia, walau tidak bersama. Allah pasti akan membuat hatiku ikhlas melepasmu, Allah pasti akan membalik hatiku darimu, dan Allah sendiri yang akan membuatku berpaling darimu, membuat pesonamu tak lagi menyihir mataku dan menyembuhkan kecewaku karena tidak bisa memilikimu. Jika memang demikian baiknya untuk kita menurut pengetahuan-Nya, aku pasti akan rela.


Semua butuh proses, dan proses butuh waktu. Aku juga butuh waktu, tentu, hingga mungkin tiba saatnya nanti, apabila kenyataan tak sesuai mimpi...

Aku bisa mengingatmu tanpa harus ada sesuatu di dadaku yang berdegub kian kencang. Saat aku melihat fotomu, tanpa merasakan desiran darah yang lebih cepat. Saat aku mendengar nama atau suaramu, tanpa rasa getar yang menjalariku. Dan yang terpenting, saat aku bertemu denganmu, aku tak perlu lagi terpaku pada sosok dan senyummu.

Seseorang, atas restu Allah, aku ingin memilikimu. Atas kehendak Allah, hati ini tercuri olehmu. Dan aku berdoa pada Allah untuk segala kebaikan bagimu....

Wassalamu’alaikum..."

22 Mei 2014 (01:35)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar