Sabtu, 11 April 2015

Sang Angin: Semilir Sore Tentang Nama

Sore yang cerah.
Seperti hari-hari Rabu yang lain, aku telah berada di sekolah untuk latihan rutin kelompok inti Pramuka Sekolah. Iya, kelompok inti ini terdiri dari anak-anak yang akan bertanggung jawab dan sebagai pembantu pelaksana pada setiap kegiatan Pramuka di sekolah mulai dari upacara hari besar Pramuka hingga pelantikan anggota.
Kelompok inti terdiri atas anak-anak kelas 1 dan 2, sedangkan pengurus dari kelas 3 telah lepas jabatan untuk segera bersiap menghadapi ujian akhir.
Jadi, di sinilah kami: lapangan dalam sekolah yang luas, hijau, damai, dengan latar belakang pegunungan desa yang membujur di sebelah utara sana.
Latihan kali ini cukup santai, karena kami tidak sedang mempersiapkan kegiatan apapun maupun menghadapi perlombaan. Jadi, Kak Prapto, Kakak pembimbing kami, memberi materi tali temali yang seru, lalu dilanjutkan dengan permainan sambil menunggu waktu pulang.
Permainannya berupa kejelian berkumpul. Ah, lebih kepada untung-untungan sih, karena dia akan meminta kami berkelompok secara mendadak menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari beberapa anak.

Bayangkan saja, jika banyaknya anak dalam satu kelompok yang dia kehendaki adalah 3 sedangkan jumlah keseluruhan anak tidak bisa dibagi 3, maka bersiaplah yang tidak kebagian kelompok akan menerima 'hukuman'. Sederhana, disuruh menyanyi, menari, mendeklamasi dasa dharma, tri satya, pancasila, bahkan pembukaan UUD '45 !!

Kegiatan sore itu semakin riuh karena tampak sekali Kak Prapto sengaja membuat salah satu dari kami yang paling 'lancar' berdeklamasi selalu terkena hukuman. Hehehehe, lama-lama dia pun protes dengan gayanya yang jenaka, membuat kami terpingkal-pingkal.

Maka, Kak Prapto menurut karena kasihan, itu pun masih sambil tertawa hampir tersedak tali temali yang tadi digunakan untuk belajar kami. Dan kemudian...
"Pasukan kumpul dengan kesamaan-"
Kami saling pandang, mencari kesamaan yang kami miliki dengan teman-teman.
Tegang, bersiap untuk berlari entah ke mana bersama siapa...
"Kelurahan asal !!"
Dan kami pun pontang-panting berlarian mencari teman sesama kelurahan.
Oh iya, walaupun SMP kami terletak di satu kelurahan, siswa yang ada datang dari berbagai kekurahan sekitarnya. Maka jadilah kami berlarian ke sana ke mari sambil sesekali lupa kelurahan teman, bahkan tiba-tiba menjadi amnesia dengan kelurahan sendiri!
Parahnya lagi yang membuat terpingkal-pingkal, beberapa anak salah masuk kelompok, ada juga yang tidak tahu dusunnya masuk kelurahan mana. Padahal mereka satu dusun, dan bergabung dengan kelompok kelurahan yang berbeda! Kemudian mereka berdebat hebat.
Kak Prapto melerai dengan tertawa. Setelah salah satu ingat kelurahan yang benar, ia malah tertawa lebih dahsyat.
Kami kembali diatur menjadi sekerumunan manusia yang tegang menanti perintah berkelompok selanjutnya.
"Pasukan kumpul dengan kesamaan... huruf depan nama lengkap!"
Baiklah, kami terbiasa memanggil teman kami dengan nama panggilan yang bisa jadi berbeda jauh dari nama aslinya.
Muhammad Shobarrudin.
Nama yang indah, ada nama Rasulullah di sana, ada juga harapan orang tua yang ingin putranya menjadi anak yang penyabar, mungkin. Tapi dengan penuh semangat dia berlari dan berkumpul dengan mereka yang bernama: Jumiati, Jefry Fauzani, Juni Lestari, Jumanto...
Sedangkan anak-anak dengan huruf depan M Seperti Muhammad Ikhsan, Minarti, Meri Wahdaniyah, dan Muhammad Eko Prasetyo berteriak dengan geli dan gemas memanggil Muhammad Shobarrudin : Jomad! Sini Jomad!Jomaaad!!! Siniiii!!!
Jomad alias Muhammad Shobarrudin baru menyadari kesalahannya dan berniat berlari kembali ke kumpulan bocah-bocah M sebelum Kak Prapto meniup peluit tanda waktu berlari habis. Tapi sial, dengan usil dan kejam, Jumanto dan Jefry memegang Jomad dengan kencang, sedangkan Juni dan Jumiati berteriak girang: pegang Jomad! Biarin, pegang Jomad!!
Dan anak-anak kelompok M juga terguling-guling menertawai Jomad yang kelabakan.
"Priiiiiiiiiiiiiiiit!!!"
Peluit Ka Prapto ditiup. Ka Prapto terduduk lemas di lapangan dengan masih menertawai Jomad. Kami semua tertawa. Barulah kemudia Jumanto dan Jefry melepas Jomad. Jomad bersungut-sungut sambil menuju tengah lapangan, bersiap menerima hukuman sambil menarik serta Jumanto dan Jefry. Mereka bertiga saling menarik dan menolak. Terpingkal-pingkal.
Akhirnya Ka Prapto memanggil Jomad sendirian, yang masih menggerutu, mengomel pada Jumanto dan Jefry dengan kesal tapi juga geli.
Ka Prapto memeriksa setiap kelompok yang terbentuk. Kami terdiam sama-sama memeriksa, barangkali ada 'penyelundup naas' di kelompok masing-masing.
Lalu pandangan semua orang tertuju padaku. Pada kelompokku, yang hanya terdiri dari DUA anak saja. Mas Bimo berdiri di sebelahku dengan kikuk, sementara kudengar yang lain melupakan Jomad dan mulai berteriak menggoda.
"Ciyeeeee Bimo, ciyeeeee" teman sekelas dan seangkatan Mas Bimo.
"Bimo mencari kesempatan dalam kesempitan!!" Teriak Jomad ikut menggoda.
Teman-temanku bersuit saking sahut, Ka Prapto pun ikut tertawa dan menggoda.
"Bim!! Lagi ngapain?? Asiiiik,,, hahaha"
Mas Bimo tidak terima digoda, tapi tampak senang dan malu-malu.
Aku melakukan hal yang sama, sementara mereka semakin riuh.
Di antara keriuhan itu, kudengar seorang teman dari kelompok S menyahut lantang: pasangan professor! Asiiikkk!!

Mas Bimo masih sibuk mengelak, Mas Prapto masih menggoda diikuti pasukan bodreknya, dan dalam gerakan pelan yang entah bagaimana,,, aku menatap Mas Bimo di sisiku dengan mata membulat.
Tingkah malu dan groginya, senyumnya...
Sore ini terasa behenti selamanya, sementara angin berhembus dari utara, meniup anak-anak Pramuka yang riuh berkeringat dan penuh semangat. Aku terdiam, menikmati semilir angin sore yang membasuh senyum Mas Bimo, menebarkan benih-benih harapan baru. tunas kelapa ada di jiwaku, tunas yang lain tumbuh dalam hatiku.

Bimo Santoso
Bintang Andini Ratih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar