Jumat, 16 Oktober 2015

Rindu yang Tidak Akan Pernah Terobati di Sini...

Ini tentang seorang pria yang begitu menyayangi saya. Saya tidak bermaksud pamer atau menyombongkan diri, bukan juga untuk hal-hal negatif yang mungkin menurut orang lain cerita ini tidak penting. Saya menulis ini, karena ingin menuliskan sebuah kenangan tentang orang tersebut. Memang, kenangan akan selalu tersimpan dalam hati dan ingatan. Tapi bagaimana pun, saya ingin menuliskannya. Saya ingin meluapkan perasaan saya, dan menulis cerita ini mungkin bisa sedikit membantu.

Beliau datang ketika masih berumur 21 tahun ke desa saya tinggal. Beliau mendapat tugas di kantor polisi kecamatan kami, sehingga beliau datang dari Surabaya dan tinggal sementara, ngekos di rumah uwa saya. Orangnya baik sekali! Beliau sering mengajak saya naik motor, kadang ke pasar membeli kue lopis, klepon atau cenil. Kalau pagi, beliau juga tahu saya suka gembus, maka beliau sudah membelikan saya kue gembus sebelum berangkat kerja. Sering juga beliau bercandaan dengan saya dan sepupu saya sambil memberi makan burung-burung dara peliharaan uwa. Setelah pulang dari kantor walau lelah, kadang beliau masih mau membawa saya berkeliling dengan motor. Kalau setelah gajian (mungkin), saya diberi uang. Beliau sangat menyayangi saya. Saya pun tidak segan untuk berada di dekatnya, bahkan saya sering minta duduk di pangkuan beliau. Saya tidak canggung merengek padanya meminta dibelikan cilok kalau ada tukang cilok lewat. hehehe. oh iya, sebelum lupa, waktu itu saya masih duduk di taman kanak-kanak.

Beliau pun sudah seperti adik bagi kedua orang tua saya, dan memang sudah menjadi saudara bagi keluarga kami, uwa-uwa saya semuanya. Saya dan semua sepupu saya memanggil beliau 'Om'. Suatu hari, saya pernah dimarahi mama karena tidak mau tidur siang. Saya kabur ke rumah Uwa dan ngumpet bersama sepupu saya. Ternyata mama juga tahu dan mau mengejar plus memarahi saya. Tapi beliau mencegah, lalu mengajak saya dan sepupu saya untuk tiduran di depan TV. Beliau bercerita... Saya dan sepupu saya mendengarkan dengan antusias. Lalu dengan bangga beliau mengambil pianika, meniupnya dan memainkan lagu. Saya masih ingat benar lagunya : Ibu Kita Kartini dan Nina Bobok. Entah sihir apa dan bagaimana, sepertinya saya dan sepupu saya tertidur pulas.

Kalau ada acara keluarga, beliau diajak ikut serta. Ketika sepupu yang lain ada bapaknya, sedangkan Bapak saya kerja di Jakarta, maka dengan sayangnya, beliau berdiri menggendong saya, dan jika duduk, saya dipangkunya. Jika saya makan dan belepotan sana-sini, tangannya tak pernah ragu mengelap mulut saya. Jika saya menangis, kata-katanya halus menenangkan saya, lengannya sigap membawa saya ke mana saja untuk menghibur saya. Saya berangkat sekolah, bahkan lomba-lomba juga jika beliau bisa, beliau mengantar saya. Sebagai anak kecil, saya merasa senang memiliki beliau sebagai Om, apalagi saat Bapak jauh.

Saat saya kelas 2 SD, beliau dipindahtugaskan lagi, kembali ke daerah asalnya : Surabaya. Sejak saat itu, saya tidak pernah lagi bertemu beliau sampai saya kelas 5 SD. Saat itu beliau berkunjung sejenak, bahkan tidak menginap! Beliau juga main ke rumah saya, menemui kedua orang tua saya. Mereka seperti... tidak, mereka memang saudara yang sudah lama tidak bertemu. Saya masih ingat waktu saya menyalami beliau, beliau masih memandang saya dengan tatapan itu : sayang. Lalu saya diberi uang saku, dan beliau pulang.
Itu terakhir kali kami bertemu, dan katanya :

"Nduk, sekolah yang pinter ya! Mbesuk kalo kamu nikah, Om mau dateng dari Surabaya!"

Beliau mencubit pipi saya, dan saya tersenyum malu.

Waktu silih berganti, zaman terus berlari. Lama tidak bertemu, tapi saya dan keluarga masih menerima kabar tentang beliau, dari kabar beliau naik pangkat, kabar pernikahan beliau, kabar beliau punya anak pertama, kedua, sampai anak ketiga. Selalu ada sematan kerinduan dan kata-kata ini : 'kapan Om main ke sini lagi?' atau 'ayo, Nduk, kapan main ke Suroboyo?'

Dan siang ini, di siang yang panas ini, saya menerima kabar lagi tentang beliau. Laki-laki yang menyayang saya seperti anaknya sendiri. Laki-laki yang pernah menemani dan menghiasi masa kecil saya... sudah pergi untuk selamanya...
Saya masih tidak percaya. Bahkan saya seperti tidak ingin percaya! Sederhana sekali... Beliau sedang bertugas, lalu kecelakaan dan... Selesai...
Tapi toh mau bagaimana juga, saya akan tetap berdoa untuknya, walau mulai sekarang doanya akan berbeda...

"Ya Allah, terima semua amal, ibadah, bakti, pengabdian dan kebaikan Om Alfon. Tidurkan beliau dengan tenang, sampai hari kebangkitan nanti, bangkitkan beliau dalam barisan hamba-hambaMu yang soleh-solehah, menuju tempat terbaik yang abadi, yang penuh kasih sayangMu. Karena tidak ada lagi kesempatan bagiku bertemu dengan beliau di dunia ini, maka pertemukan kami kembali bersama keluarga kami, di surgaMu... Aamiin..."

*jujur, saya menangis sambil mengetik ini...
Pulo Gebang, 9 Juni 2014

Om Alfon, saya dan uwa.
Saya dipangku Om Alfon :') 
Om Alfon, saya dan uwa. Saya dipangku Om Alfon :')

https://www.facebook.com/notes/binapri-vindy-turningtias/rindu-yang-tidak-akan-pernah-terobati-di-sini/10152090171575863

Tidak ada komentar:

Posting Komentar